Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) memberikan sejumlah rekomendasi usai
melaksanakan konferensi internasional pada Sabtu, 10 April 2021. Acara daring yang
bertajuk “Bending the Production Curve and Transitioning to New Energy Landscape”
membahas beragam topik migas untuk mencapai target produksi nasional unconstraint
sebesar 1 juta barel minyak per hari dan 12 millar standar kaki kubik gas per hari pada
tahun 2030 yang dicanangkan oleh pemerintah. Hampir seluruh pemangku kepentingan
sektor migas mulai dari unsur pemerintah, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S), lembaga
kajian, akademisi serta asosiasi keprofesian migas turut hadir dalam acara yang dibagi
menjadi empat Focus Group Discussion (FGD) dan berlangsung maraton sejak siang
hingga malam hari. Acara yang dihadiri oleh 600 peserta tersebut, juga diikuti sejumlah
diaspora profesional migas Indonesia di Malaysia, Kuwait, Qatar, Rusia, Norwegia, Inggris,
Australia dan beberapa negara lainnya.
Target produksi migas nasional 1 juta barel minyak per hari dan 12 millar standar kaki
kubik gas per hari pada tahun 2030, yang didasarkan pada masukan rencana jangka
panjang (Long Term Plan) dari setiap K3S di Indonesia tersebut, memang diakui banyak
pihak memiliki tantangan teknik dan non-teknis. Oleh karena itu, selain dengan
menemukan sumber daya dan mengembangkannya dengan optimal dengan biaya yang
efisien, dukungan dari pemerintah dalam bentuk insentif baik fiskal maupun non-fiskal
menjadi sangat penting. Selain itu penerapan teknologi untuk meningkatkan tingkat
pengurasan lapangan seperti injeksi air, Enhanced Oil Recovery (EOR) dan stimulasi
produksi serta pengembangan sumber migas non-konvensional (MNK) juga akan
membantu upaya peningkatan produksi.
Jika melihat kondisi sektor migas Indonesia saat ini, dimana produksi migas banyak
disokong oleh lapangan-lapangan tua, maka penerapan teknologi tepat guna akan
memegang peranan kunci. IATMI juga menyoroti aspek efisiensi biaya, baik dari sisi biaya
operasi untuk mempertahankan bisnis dan biaya pengembangan proyek untuk dapat
meningkatkan produksi. Beberapa hal bisa membantu efisiensi biaya ini seperti penerapan
teknologi digital, implementasi metode perbaikan proses bisnis seperti lean sigma dan
sharing knowledge serta benchmarking antar perusahaan.
Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) dalam salah satu FGD mengungkapkan
keterbukaan dan kesiapan pemerintah dalam mendorong pencapaian target produksi
2030. Salah satu upaya yang telah dilakukan SKK Migas adalah dengan memberikan
kebebasan kepada K3S untuk memilih skema kontrak antara PSC Cost Recovery atau PSC
Gross Split, yang disebut telah mampu menghemat biaya lebih dari 2 milyar dolar serta
mampu menarik minat investor dan menaikkan kinerja lapangan-lapangan migas yang
ada. SKK Migas juga terus berupaya melakukan perbaikan untuk mempermudah perijinan
dan mendorong efisiensi melalui tapping/join operatorship.
Salah satu hasil FGD juga merekomendasikan adanya keterbukaan data terkait efisiensi
dan strategi pembiayaan proyek antara K3S dan SKK Migas. Hal ini dipercaya dapat
mendorong perubahan strategi pengelolaan dan alih tukar praktik terbaik antar K3S.
Selain itu, beberapa rekomendasi juga menyoroti perlunya akselerasi proses persetujuan
ijin pengembangan lapangan (POD, plan of development) migas terutama bagi lapanganlapangan tua di Indonesia dan revisi terkait penyederhaan aturan dalam pedoman tata kerja (PTK).
Konferensi internasional yang digagas oleh IATMI tahun ini tidak hanya menyasar aspek
teknis dan regulasi namun juga kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung
tercapainya target produksi 2030. IATMI menyatakan perlunya manajemen pengetahuan
dan talenta (knowledge & talent management) di bidang industri migas dan juga energi
baru dan terbarukan (EBT) sebagai aset intelektual bagi generasi mendatang. IATMI
mendorong agar orkestrasi pengetahuan yang berkesinambungan dapat dilakukan
dengan melibatkan diaspora migas Indonesia yang tersebar di seluruh belahan dunia.
IATMI juga mendorong perguruan tinggi agar dapat memperkaya kurikulum yang ada
dengan topik-topik baru seperti Enhanced Oil Recovery, teknologi terkait pengembangan
potensi panas bumi, teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dan juga
hal terkait migas non-konvensional.
Pengelolaan aset intelektual ini dirasa penting oleh IATMI dengan melihat proyeksi
kebutuhan energi global yang akan terus meningkat. Oleh karena itu, pengembangan
teknologi yang mendukung transisi energi perlu segera dilakukan dengan
mempertimbangkan unsur terbarukan (renewable), ketersediaan (availability), ketahanan
(security) dan terutama aspek keterjangkauan (affordability). Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, swasta, akademisi
dan masyarakat.
Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun di saat bersamaan Indonesia juga
harus menangani beragam isu lingkungan seperti mengurangi tingkat emisi karbon.
Mempertimbangkan hal tersebut, integrasi implementasi energi baru dan terbarukan
(EBT) dan energi fosil ramah lingkungan sangat diperlukan untuk mendukung
pembangunan nasional yang berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang tersebut, IATMI
memandang bahwa pemanfaatan gas alam yang melimpah akan menjadi transisi yang
baik sebelum implementasi energi terbarukan yang lebih luas di tanah air. Pemanfaatan
gas alam serta pembangunan infrastruktur dan kawasan-kawasan industri di lokasi yang
berdekatan dengan sumber daya gas alam akan mengoptimalkan penggunaan gas alam
dan menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga ketahanan energi nasional.